Persoalan antara KPK dan DPR bermula ketika KPK memanggil empat pimpinan Banggar DPR terkait kasus dugaan suap di Kemenakertrans. Banggar mengeluhkan pemeriksaan tersebut. Menurut mereka, pemeriksaan KPK atas mereka bukan terkait indikasi tindak pidana korupsi, melainkan tentang proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Banggar.
Padahal, menurut Banggar, proses pengambilan kebijakan tidak dapat diutak-atik, karena sudah digariskan dalam UU dan keputusannya diambil bersama pemerintah, tidak hanya oleh DPR.
Banggar lalu menuntut pimpinan DPR untuk menggelar rapat konsultasi bersama institusi penegak hukum, termasuk KPK, untuk menyamakan persepsi. Sampai rapat tersebut terlaksana, Banggar untuk sementara waktu mengembalikan fungsi pembahasan RAPBN mereka ke pimpinan DPR.
Rapat konsultasi antara DPR dan insitusi penegak hukum, yaitu Polri, Kejaksaan dan KPK, sedianya digelar pada Rabu kemarin, 27 September 2011, namun rapat ternyata batal karena pihak KPK, Kejaksaan, dan Polri tidak dapat hadir. Alasannya, undangan dari DPR dibuat terlalu mendadak. Rapat akhirnya dijadwalkan ulang sehari sesudahnya, Kamis.
Namun, Kamis kemarin, KPK lagi-lagi tak menghadiri undangan DPR, meski Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief hadir. KPK beralasan sedang sibuk menyidik kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selain itu, rapat juga dihadiri oleh pimpinan Banggar DPR yang notabene sedang diperiksa KPK sebagai saksi, sehingga KPK merasa berkeberatan. Rapat konsultasi DPR dan institusi penegak hukum dilakukan atas permintaan Banggar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar