keep smile..^_^

hai semua ekspresika hidupmu di sini!!!!

Jumat, 04 Februari 2011

Mars Pemalang Ikhlas

Marilah hai seluruh warga semua
Menciptakan Pemalang Ikhlas
Wujudkan budaya bersih tertib dan sehat
Disiplin berjiwa Pancasila

Dengan semangat persatuan dan kesatuan
Membangun kota dan desa
Lingkungan sejuk guyub rukun dan nyaman
Damai tentram sejahtera

Indah kota sampai ke desa
Pembangunan merata
Komunikatif tingkatkan hubungan
Antar sesama

Hijau subur hutan luas membentang
Taman dan pantai laut pun menawan
Lancar aman sehat rakyat bahagia
Hidup maju Pemalang Ikhlas

makan khas kota pemalang

Grombyang

Makanan khas Pemalang ini banyak terdapat di sepanjang Jalan R.E. Martadinata, dan seputar alun-alun Kota Pemalang. Ramuan Grombyang terdiri dari nasi, irisan daging kerbau dan kuah, disajikan dalam mangkuk kecil dilengkapi sate kerbau. Nama Grombyang berasal dari bentuk penyajian makanan ini, antara isi dan kuah lebih banyak kuahnya sehingga kelihatan grombyang-grombyang (goyang-goyang).

Tidak diketahui dengan pasti kapan makanan khas ini mulai diciptakan. Namun, menurut penuturan para orang tua di Pemalang, makanan khas Grombyang sudah ada sejak tahun 1900-an. Pada waktu itu penjual Grombyang menjual dagangannya tidak menetap seperti sekarang tetapi berkeliling kampung.

Ciri khas Grombyang terletak pada tempat jualannya berupa kulai besar, tempat nasi ditutupi dengan kain merah, dan penerangan remang-remang dengan lampu templok. Ciri lainnya, pembeli menikmati hidangan dengan duduk di dingklik (kursi kecil pendek). Selain Grombyang masih ada jenis makanan khas lainnya seperti Sate Loso dan Kupat Dekem yang dapat dijumpai di Jalan R.E. Martadinata dan seputar alun-alun Kota Pemalang.

http://www.pemalangkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33

kebudayaan kota pemalang

Pengaruh budaya Kerajaan Mataram dan Agama Islam begitu kuat terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat Kabupaten Pemalang. Asimilasi dua budaya itu melahirkan budaya Pemalang yang tersimpan secara turun temurun.
Hal ini dapat dilihat pada sikap masyarakat Pemalang melalui karya-karya budaya mereka dalam bentuk benda-benda purbakala, upacara-upacara adat, tari-tarian dan kesenian, kerajinan tangan dan sebagainya.

BARITAN

Baritan atau sedekah laut adalah prosesi melarung Jolen ke tengah laut yang dilaksanakan para nelayan sebagai upacara rasa syukur atas hasil usaha menangkap ikan di laut. Sedekah laut diselenggarakan tiap tahun sekali pada Maulud, setiap Selasa atau Jumat Kliwon.
Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.

KRANGKENG

Kesenian tradisional ini dikenal masyarakat Pemalang sejak tiga abad silam. Berawal dari peristiwa penyerbuan Batavia oleh laskar Mataram. Pemalang yang saat itu termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar Sultan Agung dengan mengirim prajurit-prajurit terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit tangguh saat itu ialah melatih para pemuda dengan ilmu kanuragan dan olah keprajuritan. Caranya setiap latihan olah kanuragan selalu diiringi musik atau tetabuhan.
Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih terus berlangsung, bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian berkembang dan diperkaya berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi kekebalan tubuh dan ketrampilan akrobatik. Olah kanuragan kini telah beralih fungsi menjadi sebuah kegiatan kesenian dan tontonan yang menarik. Inilah cikal bakal lahirnya kesenian krangkeng.

SINTREN

Sintren merupakan kesenian rakyat yang cukup populer di wilayah Karesidenan Pekalongan terutama di kalangan masyarakat pantura.
Sintren konon berasal dari legenda Sularsih-Sulandono. Sulandono adalah putera ari pasangan suami-istri Joko Bahu dan Ratnasari yang menurut kisah adalah pendiri Kota Batang, Pekalongan dan wilayah sekitarnya. Sintren menggambarkan perjalanan hidup dan kesucian seorang gadis yang diperankan seorang gadis belia yang masih suci, belum akil-balik dan tidak pernah terjamah tangan lelaki.
Pertunjukan sintren diawali tembang yang menarik perhatian para penonton yakni "Kukus Gunung". Berikutnya gadis calon sintren yang mengenakan pakaian biasa dimasukkan ke dalam kurungan dalam keadaan tangan terikat. Setelah si gadis berada dalam kurungan, kemenyan pun dibakar sementara para pelantun lagu mengalunkan tembang "Yu Sintren" yang bertujuan memanggil kekuatan dari luar. Kekuatan inilah yang nantinya mengganti busana calon sintren.
Selanjutnya akan tampak sesosok bidadari yang mengenakan pakaian kebesaran lengkap dengan kacamata hitam, berdiri anggun lalu berienggang-lenggok mengikuti irama gamelan yang dimainkan para penabuh.
Pada zaman dulu, selain sebagai sarana hiburan dan ajang komunikasi muda-mudi untuk cari jodoh, sintren juga digunakan sebagai mediasi untuk meminta turun hujan. Sekarang, sintren pun dipentaskan untuk memeriahkan hari-hari besar nasional, acara hajatan atau pun untuk menyambut tamu resmi.

JARAN KEPANG

Jaran kepang atau Kuda Lumping adalah jenis kesenian tradisional yang umumnya dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kesenian ini merupakan jenis permainan yang menyertakan unsur magis karena pada adegan tertentu pemainnya memainkan atraksi yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa seperti adegan makan pecahan kaca. Dari sejumlah kesenian Jaran Kepang yang ada di Jawa Tengah, Pemalang mungkin memiliki beberapa kelebihan berupa inovasi seperti adanya adegan cukup unik dimana dua atau tiga orang pemain dijadikan manusia setengah robot yang bisa duduk atau berdiri mematung berjam-jam lamanya.
Kesenian Jaran Kepang biasanya dipentaskan pada acara hajatan, upacara hari besar nasional atau pun menyambut kunjungan tamu resmi.

KENTULAN

Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang pada sekitar awal abad 20 yaitu pada saat di tanah air banyak muncul pergerakan kebangsaan. Tokoh-tokoh masyarakat Pemalang saat itu tak mau ketinggalan ikut dalam kancah perjuangan nasional. Dibentuklah perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat. Kegiatan bela diri ini ketika itu selalu diiringi rebana dan pukulan bedug serta dikumandangkan pula doa-doa salawat Nabi sehingga terkesan sebagai kegiatan kesenian dan keagamaan.

Setelah kemerdekaan kegiatan ini yang kemudian di -kenalkan dengan nama kuntulan tetap berlangsung dan berubah dari alat perjuangan menjadi sarana hiburan. Kesenian ini biasanya dipentaskan para acara peringatan hari besar nasional, hajatan atau pun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak menarik karena memadukan jurus-jurus bela diri yang nampak artistik, demonstrasi akrobatik dan keindahan musik rebana dan bedug.

http://www.pemalangkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=32

sejarah kota pemalang

Keberadaan Pemalang dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis pada masa prasejarah. Temuan itu berupa punden berundak dan pemandian di sebelah Barat Daya Kecamatan Moga. Patung Ganesa yang unik, lingga, kuburan dan batu nisan di desa Keropak. Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya kuburan Syech Maulana Maghribi di Kawedanan Comal. Kemudian adanya kuburan Rohidin, Sayyid Ngali paman dari Sunan Ampel yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat.

Eksistensi Pemalang pada abad XVI dapat dihubungkan dengan catatan Rijklof Van Goens dan data di dalam buku W FRUIN MEES yang menyatakan bahwa pada tahun 1575 Pemalang merupakan salah satu dari 14 daerah merdeka di Pulau Jawa, yang dipimpin oleh seorang pangeran atau raja. Dalam perkembangan kemudian, Senopati dan Panembahan Sedo Krapyak dari Mataram menaklukan daerah-daerah tersebut, termasuk di dalamnya Pemalang. Sejak saat itu Pemalang menjadi daerah vasal Mataram yang diperintah oleh Pangeran atau Raja Vasal.

Pemalang dan Kendal pada masa sebelum abad XVII merupakan daerah yang lebih penting dibandingkan dengan Tegal, Pekalongan dan Semarang. Karena itu jalan raya yang menghubungkan daerah pantai utara dengan daerah pedalaman Jawa Tengah (Mataram) yang melintasi Pemalang dan Wiradesa dianggap sebagai jalan paling tua yang menghubungkan dua kawasan tersebut.

Populasi penduduk sebagai pemukiman di pedesaan yang telah teratur muncul pada periode abad awal Masehi hingga abad XIV dan XV, dan kemudian berkembang pesat pada abad XVI, yaitu pada masa meningkatnya perkembangan Islam di Jawa di bawah Kerajaan Demak, Cirebon dan kemudian Mataram.

Pada masa itu Pemalang telah berhasil membentuk pemerintahan tradisional pada sekitar tahun 1575. Tokoh yang asal mulanya dari Pajang bernama Pangeran Benawa. Pangeran uu asal mulanya adalah Raja Jipang yang menggantikan ayahnya yang telah mangkat yaitu Sultan Adiwijaya.

Kedudukan raja ini didahului dengan suatu perseturuan sengit antara dirinya dan Aria Pangiri.

Sayang sekali Pangeran Benawa hanya dapat memerintah selama satu tahun. Pangeran Benawa meninggal dunia dan berdasarkan kepercayaan penduduk setempat menyatakan bahwa Pangeran Benawa meninggal di Pemalang, dan dimakamkan di Desa Penggarit (sekarang Taman Makam Pahlawan Penggarit).

Pemalang menjadi kesatuan wilayah administratif yang mantap sejak R. Mangoneng, Pangonen atau Mangunoneng menjadi penguasa wilayah Pemalang yang berpusat di sekitar Dukuh Oneng, Desa Bojongbata pada sekitar tahun 1622. Pada masa ini Pemalang merupakan apanage dari Pangeran Purbaya dari Mataram. Menurut beberapa sumber R Mangoneng merupakan tokoh pimpinan daerah yang ikut mendukung kebijakan Sultan Agung. Seorang tokoh yang sangat anti VOC. Dengan demikian Mangoneng dapat dipandang sebagai seorang pemimpin, prajurit, pejuang dan pahlawan bangsa dalam melawan penjajahan Belanda pada abad XVII yaitu perjuangan melawan Belanda di bawah panji-panji Sultan Agung dari Mataram.

Pada sekitar tahun 1652, Sunan Amangkurat II mengangkat Ingabehi Subajaya menjadi Bupati Pemalang setelah Amangkurat II memantapkan tahta pemerintahan di Mataram setelah pemberontakan Trunajaya dapat dipadamkan dengan bantuan VOC pada tahun 1678.

Menurut catatan Belanda pada tahun 1820 Pemalang kemudian diperintah oleh Bupati yang bernama Mas Tumenggung Suralaya. Pada masa ini Pemalang telah berhubungan erat dengan tokoh Kanjeng Swargi atau Kanjeng Pontang. Seorang Bupati yang terlibat dalam perang Diponegoro. Kanjeng Swargi ini juga dikenal sebagai Gusti Sepuh, dan ketika perang berlangsung dia berhasil melarikan diri dari kejaran Belanda ke daerah Sigeseng atau Kendaldoyong. Makam dari Gusti Sepuh ini dapat diidentifikasikan sebagai makam kanjeng Swargi atau Reksodiningrat. Dalam masa-masa pemerintahan antara tahun 1823-1825 yaitu pada masa Bupati Reksadiningrat. Catatan Belanda menyebutkan bahwa yang gigih membantu pihak Belanda dalam perang Diponegoro di wilayah Pantai Utara Jawa hanyalah Bupati-bupati Tegal, Kendal dan Batang tanpa menyebut Bupati Pemalang.

Sementara itu pada bagian lain dari Buku P.J.F. Louw yang berjudul De Java Oorlog Uan 1825 -1830 dilaporkan bahwa Residen Uan Den Poet mengorganisasi beberapa barisan yang baik dari Tegal, Pemalang dan Brebes untuk mempertahankan diri dari pasukan Diponegoro pada bulan September 1825 sampai akhir Januari 1826. Keterlibatan Pemalang dalam membantu Belanda ini dapat dikaitkan dengan adanya keterangan Belanda yang menyatakan Adipati Reksodiningrat hanya dicatat secara resmi sebagai Bupati Pemalang sampai tahun 1825. Dan besar kemungkinan peristiwa pengerahan orang Pemalang itu terjadi setelah Adipati Reksodiningrat bergabung dengan pasukan Diponegoro yang berakibat Belanda menghentikan Bupati Reksodiningrat.

Pada tahun 1832 Bupati Pemalang yang Mbahurekso adalah Raden Tumenggung Sumo Negoro. Pada waktu itu kemakmuran melimpah ruah akibat berhasilnya pertanian di daerah Pemalang. Seperti diketahui Pemalang merupakan penghasil padi, kopi, tembakau dan kacang. Dalam laporan yang terbit pada awal abad XX disebutkan bahwa Pemalang merupakan afdeling dan Kabupaten dari karisidenan Pekalongan. Afdeling Pemalang dibagi dua yaitu Pemalang dan Randudongkal. Dan Kabupaten Pemalang terbagi dalam 5 distrik. Jadi dengan demikian Pemalang merupakan nama kabupaten, distrik dan Onder Distrik dari Karisidenan Pekalongan, Propinsi Jawa Tengah.

Pusat Kabupaten Pemalang yang pertama terdapat di Desa Oneng. Walaupun tidak ada sisa peninggalan dari Kabupaten ini namun masih ditemukan petunjuk lain. Petunjuk itu berupa sebuah dukuh yang bernama Oneng yang masih bisa ditemukan sekarang ini di Desa Bojongbata. Sedangkan Pusat Kabupaten Pemalang yang kedua dipastikan berada di Ketandan. Sisa-sisa bangunannya masih bisa dilihat sampai sekarang yaitu disekitar Klinik Ketandan (Dinas Kesehatan).

Pusat Kabupaten yang ketiga adalah kabupaten yang sekarang ini (Kabupaten Pemalang dekat Alun-alun Kota Pemalang). Kabupaten yang sekarang ini juga merupakan sisa dari bangunan yang didirikan oleh Kolonial Belanda. Yang selanjutnya mengalami beberapa kali rehab dan renovasi bangunan hingga kebentuk bangunan Jogio sebagai ciri khas bangunan di Jawa Tengah.

Dengan demikian Kabupaten Pemalang telah mantap sebagai suatu kesatuan administratif pasca pemerintahan Kolonial Belanda. Secara biokratif Pemerintahan Kabupaten Pemalang juga terus dibenahi. Dari bentuk birokratif kolonial yang berbau feodalistik menuju birokrasi yang lebih sesuai dengan perkembangan dimasa sekarang.

Sebagai suatu penghomatan atas sejarah terbentuknya Kabupten Pemalang maka pemerintah daerah telah bersepakat untuk memberi atribut berupa Hari Jadi Pemalang. Hal ini selalu untuk rnemperingati sejarah lahirnya Kabupaten Pemalang juga untuk memberikan nilai-nilai yang bernuansa patriotisme dan nilai-nilai heroisme sebagai cermin dari rakyat Kabupaten Pemalang.

Penetapan hari jadi ini dapat dihubungkan pula dengan tanggal pernyataan Pangeran Diponegoro mengadakan perang terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu tanggal 20 Juli 1823.

Namun berdasarkan diskusi para pakar yang dibentuk oleh Tim Kabupaten Pemalang Hari Jadi Pemalang adalah tanggal 24 Januari 1575. Bertepatan dengan Hari Kamis Kliwon tanggal 1 Syawal 1496 Je 982 Hijriah. Dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Kabupaten Pemalang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Hari Jadi Kabupaten Pemalang.

Tahun 1575 diwujudkan dengan bentuk Surya Sengkolo �Lunguding Sabdo Wangsiting Gusti� yang mempunyai arti harfiah : kearifan, ucapan/sabdo, ajaran, pesan-pesan, Tuhan, dengan mempunyai nilai 5751.

Sedangkan tahun 1496 je diwujudkan dengan Candra Sengkala �Tawakal Ambuko Wahananing Manunggal� yang mempunyai arti harfiah berserah diri, membuka, sarana/wadah/alat untuk, persatuan/menjadi satu dengan mempunyai nilai 6941.

Adapun Sesanti Kabupaten Pemalang adalah �Pancasila Kaloka Panduning Nagari� dengan arti harfiah lima dasar, termashur/terkenal, pedoman/bimbingan, negara/daerah dengan mempunyai nilai 5751(*)

http://www.pemalangkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14&Itemid=27