keep smile..^_^

hai semua ekspresika hidupmu di sini!!!!

Rabu, 21 Desember 2011

Pernikahan Putri Keraton

Pernikahan putri kraton dan rakyat biasa tersebut menjadi magnet moralitas sosial Kraton Yogyakarta. Ini dibuktikan dengan apresiasi dan simpati warga Kota Gudeg, yang memperlakukan pernikahan tersebut sebagai pesta budaya rakyat. Maka, prosesi pernikahan Jeng Reni dan Ubaid, dari Minggu Kamis (16 - 19/10) menyatu dengan pesta rakyat. Malioboro sebagai salah satu poros penghubung dengan Kraton, akan dipenuhi pesta makanan dan kesenian.

Jeng Reni merupaka putri ke lima dari Sri Sultan HB X dan GKR Hemas, lahir di Yogyakarta 18 September 1986, alumnus International Hospitality Management Institute Swiss. Seperti pernikahan kakak-kakaknya, warga Yogyakarta selalu mengapresiasi dengan penuh sukacita. Banyak pihak memperkirakan suka cita dari warga terhadap putri bungsu Sultan, melebihi perhelatan serupa pada putri-putri kraton sebelumnya. Tidak hanya nuansa budaya yang mengilhami, terselip pesan politik yang samar berkaitan perjuangan warga Yogyakarta untuk mempertahankan keistimewaan provinsi ini. Karena itu pesta rakyat di Malioboro tak lepas dari sentuhan komunitas pro-perjuangan Yogya Istimewa, yang dikoordinasi oleh Sekretariat Bersama Keistimewaan Yogyakarta.

Sang Menantu Sultan, Ubai, lahir di Jakarta pada 26 Oktober 1981. Dia merupaan warga biasa, kedua orangtua asli Lampung, karirnya sebagai PNS Badan Pertanahan (ayah ubai) dan PNS Kementerian Agama (Ibunda Ubai). Ubai juga berstatus PNS di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) dan menjabat Kasubid Komunikasi Politik Bidang Media Cetak. Pria berbadan tegap tersebut alumnus Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor dan master pemerintahan dari Institut Ilmu Pemerintah (IIP) Jakarta.

Derajat keilmuan keduanya seperti ikut menyatukan antara darah biru dan warga biasa. Kesetaraan keduanya lebih direkatkan dengan gelar kebangsaan yang secara otomatis melekat pada keluarga kesultanan. Jeng Reni menyandang gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara da Ubai menangku gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara. Gelar tersebut berdimensi militer/keprajuritan kraton. Konon, penetapan gelar memerlukan diskusi selama sebulan.

adapun prosesi pernikahan putri kraton Yogyakarta tersebut adalah :
16 Oktober : Prosesi Nyantri
17 Oktober : Siraman - Majang - Pasang Tarub
18 Oktober : Ijab - Panggih - Resepsi (NB: Kirab pukul 16.00)

Pesta kraton dan rakyat

Perhelatan royal wedding antara Jeng Reni dan Ubai berlangsung mulai Minggu (16/10). Calon pengantin putra menjadi santri (nyantri) atau prosesi pengantin pria masuk Kraton Yogyakarta, calon pengantin putri menjalai tradisi pernikahan kraton seperti sungkem kepada raja/orangtua, pengajian di Masjid Panepen Kraton Yogyakarta. Masjid tersebut sebagai tempat ijab qabul.

Senin (17/10), kedua calon mempelai menjalani siraman di Bangsal Sekar Kedaton, upacara tantingan atau Sri Sultan mewancarai putrinya tentang kesiapan menikah. Selasa (18/10), kedua calon mempelai melaksanakan ijab qabul di Masjid Panepen dipimpin Sri Sultan dan pertemuan kedua penganten yang disaksikan tamu khusus antara lain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono. Pesta pernikahan dilaksanaan sore hari, dimeriahka dengan kirab budaya dari Kraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan, mempelai naik kereta kencana diiringi dengan prajurit Kraton Yogyakarta. Kamis, (19/10), upacara ngabekten dan pamitan. Sri Sultan akan menyampaikan pesan-pesan dan nasihat kepada menantu dan putrinya di Bangsal Kesatriyan Kraton.

Kirab budaya manjelang pesta pernikahan di Bangsal Kepathan merupakan perpaduan pesta kraton dan rakyat. Pasangan pengantin akan diarak dari Kraton Ngayogyakarta menuju perempatan Kantor Pos Besar (Monumen Serangan Umum 1 Maret), menyusuri Jalan Malioboro. Adik kandung Sri sultan, GBPH Joyokusumo menyatakan kirab melibatkan lima kereta kuda, tiga di antaranya kereta tertutup (kaca). Da kereta tertutup dipergunakan oleh orangtua dari masing-masing pengantin. Sedangkan kedua mempelai akan menggunakan Kereta Kencana Jongwiyat yang ditarik oleh kuda. Kereta sang pengantin dikawal oleh 12 kuda yang dinaiki para penari Persan Lawung, 12 prajurit keraton (Prajurit Mantrijeron dan Wibrobrojo) yang melambaikan lambing bendera Gula Kelapa.

Pesta perikahan kraton juga menjadi pesta rakyat. Sekretariat Bersama Keistimewaan mengoordinasikan pesta rakyat mulai Senin-Rabu (16-18/10). Ketua Sekber Keistimewaan DIY Widihasto Wasana Putra menyatakan Kraton tak mungkin menampung semua warga yang ingin menyaksikan pernikahan di dalam kraton. Sebagai gantinya, warga bisa menonton melalui layar lebar dan ikut pesta dengan menikmati hidangan gratis. Ratusan penjual angkringan menyediakan makanan gratis bagi warga yang ikut menyaksikan pernikahan. Pesta makaan gratis dipusatkan di sekitar Monumen Serangan Oemoem 1 Maret atau di titik nol. Kemudian pesta seni rayat dari berbagai daerah di Yogyakarta dan luar kota d Jateng.

Read more: http://konsultasisawit.blogspot.com/2011/10/prosesi-pernikahan-putri-bungsu-keraton.html#ixzz1hA8f1cbu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar